Saya bergegas.
Langit mulai cerah. Awan kelabu perlahan menyingkir, matahari beranjak menampakkan diri
walau tetap malu-malu. Hembusan angin sisa musim dingin masih sukses menerpa
kulit membuat tubuh menggigil. Saya berhenti
sejenak, mendongakkan kepala sambil meninggikan kerah jaket
untuk menutupi leher lebih rapat.
Saya teruskan melangkah menyusuri jalan utama kota Liverpool yang masih basah karena hujan turun
sejak pagi. Kota
kecil ini masih memiliki banyak bangunan tua bersejarah yang berdiri kokoh
untuk dinikmati. Setelah melewati Cavern Quarter, saya
berjalan lurus di Mathew street, area yang terkenal dengan Cavern Pub, bar yang ramai dikunjungi orang karena dulu
sering menampilkan band ternama asal Liverpool, The Beatles di awal-awal
karir mereka.
Sudah dua hari saya tiba
untuk memenuhi undangan
berlibur di rumah Kara, kakak perempuan tertua saya yang sudah lima tahun bermukim di kota
ini mengikuti suaminya, seorang warga negara Inggris yang memiliki bisnis kafe
di Liverpool.
Tentu saja saya tertarik.
Pekerjaan sebagai Illustrator lepas memudahkan
saya dalam mengatur waktu sendiri untuk berlibur, apalagi perjalanan kali ini hanya perlu menyiapkan badan dan pakaian
saja, karena Kara sudah membelikan tiket pesawat sejak beberapa bulan lalu.
Dari kejauhan sudah terlihat
kawasan Albert Dock, lokasi dermaga yang
tengah saya tuju. Tempat yang dikelilingi bangunan khas bata merah ini dulunya adalah
area pergudangan untuk kapal yang berlabuh, dan kini menjadi daya tarik utama pelancong saat berada di Liverpool. Kaki saya seakan ditarik untuk berjalan lebih
cepat.
Tas selempang hijau tua berbahan kanvas buatan
Bandung selalu menemani perjalanan saya. Peralatan gambar terutama drawing pen
dan buku sketsa adalah isi tas yang wajib saya bawa saat bepergian.
Berkeliling dunia dan
membuat sketsanya.
Kalimat yang selalu saya lontarkan setiap ada pertanyaan
mengenai salah satu keinginan terbesar dalam hidup saya. Sudah dapat dipastikan bahwa saya tidak akan melewatkan membuat sketsa berbagai area di kota yang pernah dinobatkan sebagai European Capital of
Culture pada tahun 2008 ini.
Suasana Albert Dock cukup ramai saat saya tiba. Pemandangan tepi sungai Mersey menuju laut dengan barisan gedung yang berumur ratusan tahun, museum dan kafe yang bertebaran di sekeliling area tersebut serta
kapal-kapal kecil yang tertambat di air membuat siapapun yang berkunjung akan
betah berlama-lama.
Mengunjungi Albert Dock membuat saya membayangkan kesibukan
luar biasa di pelabuhan yang pada masa lalu merupakan salah satu pelabuhan
terbesar dan tersibuk di Inggris Raya. Lalu lintas
kapal-kapal pengangkut beragam komoditas hasil bumi dari dan menuju berbagai belahan dunia.
Kuli-kuli pengangkut barang yang diteriaki
oleh pebisnis perlente pemilik barang ataupun awak kapal yang berlalu-lalang.
Sekejap kemudian saya sudah
duduk manis di kursi kayu yang berada tepat di depan
Merseyside Maritime Museum. Dari
tempat saya duduk, di kejauhan terlihat bangunan Liver Building yang antik dengan kubah dan menara jam kembarnya.
Bermodal sebuah drawing pen dan buku sketsa ukuran A5, saya mulai menggoreskan
pena di permukaan kertas sambil
sesekali menatap
sekeliling memastikan setiap objek yang akan dituangkan dalam sketsa terekam
dengan detail. Seorang bapak tua memakai jas panjang coklat dan topi pet tengah
duduk di kursi kayu tepian dermaga, membaca koran dengan
khidmatnya. Rombongan turis Asia yang ramai mengobrol bersahut-sahutan.
“Wow, that’s beautiful…” Seorang perempuan cantik berambut ikal coklat dengan aksen scouse – logat Inggris khas Liverpool, yang kental tiba-tiba berujar sambil ikut duduk di sebelah saya.
“Serius deh, tarikan garisnya sangat
menarik dan tegas..” sambungnya sambil tersenyum menatap sketsa yang saya buat.
“Oh ya, Saya Andrea, maaf kalau mengganggu...” Lanjutnya sambil meletakkan telapak
tangan kanan di dada selayaknya orang memperkenalkan diri.
Interesting smile.
“Ow, thank you... nama saya Adit dari Indonesia.”
Juluran tangan saya disambutnya dengan erat saat saya balas memperkenalkan
diri. “Dan saya nggak merasa terganggu kok.”
Andrea, seorang yang sangat ceria, merupakan mahasiswi tingkat
akhir di University of Liverpool bidang Media dan Komunikasi. Rasa antusias Andrea
sangat tinggi dan mata sayunya
seperti hendak meloncat keluar saat mengetahui saya
orang Indonesia, karena kakaknya sering ke Bali dan Yogyakarta untuk berbisnis furnitur kayu.
Ketertarikan pada hal berbau ilustrasi
membuatnya memperhatikan saya saat membuat sketsa. Andrea memiliki koleksi art
book dan tote bag dengan beragam ilustrasi menarik yang kebanyakan dibeli secara
online dari berbagai belahan dunia. Kami sepakat melanjutkan obrolan di tempat
lain, karena angin semakin kencang dan saya mulai kedinginan. Buku sketsa sudah
saya tutup, drawing pen sudah masuk kembali dalam tas.
Andrea mengajak saya ke Tate Café yang tidak jauh dari tempat kami pertama mengobrol. Kafe ini satu gedung dengan Tate Liverpool, museum seni modern dan
kontemporer yang menyimpan kurang lebih 70.000 karya seni. Di sini terdapat
pula Tate shop yang menjual pernak-pernik eksklusif dari para seniman.
I love this place.
Dari pembicaraan singkat dengannya, dapat
saya asumsikan bahwa dia mengagumi orang-orang yang berkecimpung di dunia kreatif,
menurutnya orang-orang kreatif akan mampu menghadapi segala tantangan yang ada
di dunia ini.
“Creativity is GREAT, you can dream, make
or do anything you want just by imagination.” Katanya setelah meneguk secangkir
kopi.
“Setuju.” Sahut saya, “Tetapi, hanya
orang-orang kreatif yang serius menjalankan ide kreatif mereka yang akan
berhasil, betul nggak?” saya mengangkat alis meminta persetujuan.
“Yes, sangat setuju dengan pak doseeen..”
Jawab Andrea sambil mengangkat gelas lalu membenturkannya ke gelas berisi
coklat hangat yang saya pegang. Kami pun sama-sama tertawa dan kembali meneguk
minuman. Gaya berbicara dengan raut wajah yang ekspresif membuat saya
bersemangat mendengarkan cerita Andrea tentang tempat-tempat menarik di
Liverpool. Saya pun sempat menceritakan mengenai kakak saya yang tinggal di
kota ini.
Keluar dari kafe, Andrea berbaik hati
menemani saya mengunjungi The Beatles
Story, museum yang didedikasikan untuk mengenang sepak terjang band tersohor The
Beatles.
Sesaat sebelum berpisah di ujung Liver Street, Andrea menawarkan diri menjadi
pemandu saya esok hari, selagi perkuliahan
baru akan dimulai kembali minggu depan. Tentu saja tawaran yang tidak akan saya
tolak, berkeliling kota Liverpool di temani perempuan ramah dan semenarik dirinya pasti akan
sangat menyenangkan.
Kalau mengambil sedikit kalimat dari Andrea,
“Creativity is GREAT, berbagai bentuk kreatifitas dapat menyatukan orang-orang
yang sebelumnya belum pernah kenal sekalipun..”
Betul
kan?
------------------------------o00o----------------------------------
0 Comments